Alasan





Alasan

Muncul dari rerimbunan yang telah tumbuh menahun, seraut wajah tanpa batas dan kaca penyekat lagi tak mengenal kata takut membidik suar terbaik agar kelak akar-akar yang mininggikan cerita keluhuran dalam aman pandangannnya terselubung oleh lebat daun-daun yang menjulang mampu menyelang kisah yang tak akan usang dan raib oleh kuasa yang mungkin bisa dibutakan silau jaman.
Memilih tempat muasal terbaik pada lembab rerumputan yang tetap tumbuh diatas menghitamnya tanah juang yang pernah ditangisi oleh barisan-barisan tak bernama membela arti sejatinya milik yang ingin utuh digenggamnya tanpa diusik oleh gemericik pundi-pundi penyesat tahta.
Menitah dengan selembar daun padanya memilih cara kepada angin kemustahilan yang mendekat meraba kulit terluar bak lapis kelar menegas kepastian ujung telunjuk mengarah jalan kepada rankai kesetiaan mengaman dalam gaman yang terdiam bertabur embun-embun yang tersisa.
Melepas dan membiarkan keliaran pada asannya terdalam dimana ia harus dan boleh berada pada hitungan jaman yang telah lama diperhitungkan dalam gelap kediaman ruang pengertian tertingginya tanpa disebut oleh satu katanya pun  didepan mata berhadap dan berada padu.

Bukan lembingdan aneka gulma menjadi perintang yang membuatnya kini bertandang dalam cara usang tanpa iringan canang dan tetabuhan pengarak kuasa dan ambisi yang dapat merapuhkan.
Pengusik sumber lumbung tak akan melambung dalam kepakkannya yang membias arah lalu seketika melugas kata menghujamkannkan arti tegas pada bagian-bagian yang tak akan lagi bisa menghindar dari putaran arah perjalanan kerumun maya dibalik ketebalan sayap-sayapnya.
Kutu busuk yang memporakporandakan rentetan elak menggaungkan moncong pilihan memaniskan bibir tipu daya tak lagi ada daya baginya karena dimana pijaknya tak lepas dari kuasa matanya.
Yang harus tak mesti dilemparkan laksana talu beduk yang telah rapuh  dirayapi barisan gigi-gerigi pengeruk mangsa yang terus-menerus merasa kelaparan tanpa mengartikan kantong keserakahan.
Melampau batas terjauh jari-jari kecil mengeja cara-cara kelicikan mengumpan pakaian baru yang dibungkus sehalus sutera menggudangkan derita suap nasi punjangga yang compang-camping di depan matanya sendiri tanpa semateri dipilih mewujudkan bentuknya.
Melewati jengkal-jengkal langkahnya terlukis gadis-gadis kecil merunduk-merindik disolek bagai pelacur jadi tipu daya mengibarkan rasa puas kemenangannya menelankan paksa membalikkan hak merdeka sebilah wajah yang telah dipilihnya tanpa lagi dirawat dalam hatinya yang katanya penuh cinta dan kini terus dipertanyakan oleh mereka yanng telah terampas.


Keberadaannya diantara batang-batang yang tinggi menjulang tanpa sedikit pun mengecilkan ketinggian wujud kuasa dirinya sebagai penggenggam semua titah bagi barisan yang mengitarinya tak jauh selalu berada.
Berjubah kulit kayu tak mengkamuflasekan keberadaanya saat kedatangannya dalam tujuan berat dan pasti agar dimengerti bagi para penghuni bertelinga agar membuka cakrawala pengertian-pengertian sempit perintang lajunya indah suara dan para pemutar balik fakta yang acap dijadikan kesenangan-kesenanngan tanpa tujuan dan menjungkirbalikkan generasi yang semakin terseok-seok melangkahkan kaki-kakinya yang sudah berlebihan dicokoli ambisi-ambisi palsu.
Dirinya bukan lagi untuk menjauh dari keadaan nyata namun sejatinya telah lantang dan tak lagi sekali diam atau sembunyi-sembunyi menyatakan untuk semua mendengar dan bisa mengerti tentang arti dari setiap kumandang dan gaung serta pekik para penghuni lembah-lembah curam itu.
Walau ulurannya adalah titah kepada wajah ini yang mengeja setiap makna bak membaca lembaran-lembaran bulu halus beraksara usang yang dipudarkan lajunya kemudahan jaman.
Ia melaraskan kemustahilah beralas kuatnya dasar tanpa harus membusungkan dada bak berperawakan mahasakti ditaburi juluk sanjung pendekar diantara para cantrik penjilat melumuri hormat dengan menipu dirinya yang sembunyi dibalik rapuhnnya kekuatan dan daya tahan.
Melebihi kuasa yang kasat oleh semua mata penghuninya dan penjaga-penjaganya ia telah memilih caranya dan menunjuk jalan yang akan dilalui dan kelak akan ada bersamanya mereka semua yang telah lama dipilihnnya. Lingkaran besar beban cakram menggulirkan cerita keperkasaan seperti tingginya kesaktian. Menyatunya tulang dan otot menguratkan ayunan arah pada bidikan paling jauh diujung negeri seringan angan terbang melayang tanpa beban membubung bersama angin.

Ia yang mengerti tempat terbaik dimana harus berada pada jamannya punya cara memilih yang dilantunkan pada mantra dan langkahnya hingga tiba saat bersama diutarakan tanpa bersisa hanya kepada ia sang penguasa bentuk utuhnya pemilik tanah yang bertuan ini.
Dimana cakram sejatinya kekuatan pijak tak mampu dirampas dan digunakann oleh para penjaja yang melacurkan tiruan milik leluhur negeri demi gengsi dan harga diri.
Jurus-jurus yang melentingkan gelembung beban hanya milik ia yang terpilih olehnya sendiri bukan dengan tipudaya wasiat dan licin serta panjangnya siasat.
Inti tenaga tertinggi yang hanya akan dan boleh dimiliki oleh penitah dengan mahkota berpanji pusaka negeri tanpa terwakili hingga generasi tak harus dirisaukan oleh suara burung-burung yang bersuara jauh dari kelaziman suaranya yang kadang membising dan membingung oleh  banyaknya rogohan daya pikat stimulan murahan mendorong gelimang kesuksesan instan.
Alas pilih tanding jauh dari arti sempit kelak yang diberi sebut akan merunut sumber tanpa taut dan baut terlepas untuk mengerti arah dan sumber generasi demi generasi ada dalam pusaran cerita.
Biarlah kini pada penghujung  ejanya yang melemah, hanya gasing virtual membentuk cakram penghibur berada pada tempatnya tanpa mengubah sedikit juga biar dalam nama atau merk yang disebut orang mahal atau yang dianggap murahan menjadi bagian saksi bisu kisah semu ruang-ruang yang ingin bercerita.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar